MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF, INDUKTIF DAN DEDUKTIF



MODEL - MODEL PEMBELAJARAN



Pengertian Pembelajaran Kooperatif
Cooperative Learning adalah suatu strategi belajar mengajar yang menekankan pada sikap atau perilaku bersama dalam bekerja atau membantu di antara sesama dalam struktur kerjasama yang teratur dalam kelompok, yang terdiri dari dua orang atau lebih.


Pembelajaran kooperatif adalah salah satu bentuk pembelajaran yang berdasarkan faham konstruktivis. Pembelajaran kooperatif merupakan strategi belajar dengan sejumlah siswa sebagai anggota kelompok kecil yang tingkat kemampuannya berbeda. Dalam menyelesaikan tugas kelompoknya, setiap siswa anggota kelompok harus saling bekerja sama dan saling membantu untuk memahami materi pelajaran. Dalam pembelajaran kooperatif, belajar dikatakan belum selesai jika salah satu teman dalam kelompok belum menguasai bahan pelajaran.


Menurut Anita Lie dalam bukunya “Cooperative Learning”, bahwa model pembelajaran Cooperative Learning tidak sama dengan sekedar belajar kelompok, tetapi ada unsur-unsur dasar yang membedakannya dengan pembagian kelompok yang dilakukan asal-asalan.


Model pembelajaran cooperative learning adalah salah satu model pembelajaran yang menempatkan siswa sebagai subjek pembelajaran (student oriented). Dengan suasana kelas yang demokratis, yang saling membelajarkan memberi kesempatan peluang lebih besar dalam memberdayakan potensi siswa secara maksimal. Model pembelajaran cooperative learning akan dapat memberikan nunasa baru di dalam pelaksanaan pembelajaran oleh semua bidang studi atau mata pelajaran yang diampu guru. Karena pembelajaran cooperative learning dan beberapa hasil penelitian baik pakar pendidikan dalam maupun luar negeri telah memberikan dampak luas terhadap keberhasilan dalam proses pembelajaran. Dampak tersebut tidak saja kepada guru akan tetapi juga pada siswa, dan interaksi edukatif muncul dan terlihat peran dan fungsi dari guru maupun siswa.


Peran guru dalam pembelajaran cooperative learning sebagai fasilitator, moderator, organisator dan mediator terlihat jelas. Kondisi ini peran dan fungsi siswa terlihat, keterlibatan semua siswa akan dapat memberikan suasana aktif dan pembelajaran terkesan de-mokratis, dan masing-masing siswa punya peran dan akan memberikan pengalaman belajarnya kepada siswa lain.

Karakteristik pembelajaran kooperatif diantaranya:
Siswa bekerja dalam kelompok kooperatif untuk menguasai materi akademis.
Anggota-anggota dalam kelompok diatur terdiri dari siswa yang berkemampuan rendah, sedang, dan tinggi.
Jika memungkinkan, masing-masing anggota kelompok kooperatif berbeda suku, budaya, dan jenis kelamin.
Sistem penghargaan yang berorientasi kepada kelompok daripada individu.


Selain itu, terdapat empat tahapan keterampilan kooperatif yang harus ada dalam model pembelajaran kooperatif yaitu:
Forming (pembentukan)
Functioniong (pengaturan)
Formating (perumusan)
Fermenting (penyerapan)

Unsur-unsur Pembelajaran Kooperatif
Sebagaimana yang telah diuraikan di atas bahwa pembelajaran Kooperatif adalah pembelajaran yang dilakukan dalam kelompok kecil, di mana Muslim Ibrahim (2006 : 6, dalam Depdiknas 2005 : 45) menguraikan unsur-unsur pembelajaran Kooperatif sebagai berikut:


Siswa dalam kelompoknya harus beranggapan bahwa mereka “sehidup sepenanggungan bersama”.
Siswa bertanggung jawab atas segala sesuatu di dalam kelompoknya seperti milik mereka sendiri.
Siswa harus melihat bahwa semua anggota di dalam kelompoknya memiliki tujuan yang sama.
Siswa harus membagi tugas dan tanggung jawab yang sama di antara anggota kelompoknya.
Siswa akan dikena evaluasi atau hadiah/penghargaan yang juga akan dikenakan untuk semua kelompok.
Siswa berbagi kepemimpinan dan mereka membutuhkan keterampilan untuk belajar bersama selama proses belajarnya.
Siswa akan diminta mempertanggung jawabkan secara individual materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif.


Dengan memperhatikan unsur-unsur pembelajaran kooperatif tersebut, bisa kita simpulkan bahwa dalam pembelajaran kooperatif setiap siswa yang tergabung dalam kelompok harus betul-betul dapat menjalin kekompakan. Selain itu, tanggung jawab bukan saja terdapat dalam kelompok, tetapi juga dituntut tanggung jawab individu.

Ciri-ciri Pembelajaran Kooperatif
Apabila seorang guru ingin menggunakan pembelajaran kooperatif, maka haruslah terlebih dahulu mengerti tentang pembelajaran kooperatif tersebut. Muslim Ibrahim (dalam Depdiknas, 2005 : 46) mengemukakan ciri-ciri pembelajaran kooperatif sebagai berikut:


1. Siswa bekerja dalam kelompok secara kooperatif untuk menuntaskan materi belajarnya.
2. Kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang dan rendah.
3. Bila mungkin anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku, jenis kelamin yang berbeda.
    Penghargaan lebih berorientasi pada individu.


Dengan memperhatikan ciri-ciri tersebut, seorang guru hendaklah dapat membentuk kelompok sesuai dengan ketentuan, sehingga setiap kelompok dapat bekerja dengan optimal.


Langkah-Langkah Cooperative Learning

No Langkah-Langkah Tingkah Laku Guru
1. Menyampaikan tujuan
dan memotivasi siswa
Pengajar menyampaikan semua tujuan pelajaran yang ingin dicapai dan memotivasi siswa belajar
2 Menyajikan informasi Pengajar menyajikan informasi pada siswa dengan jalan demonstrasi atau lewat bahan bacaan.
3. Mengorganisasikan
siswa kedalam
kelompok-kelompok belajar Pengajar menjelaskan pada siswa
bagaimana caranya membentuk kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan transisi secara efisien
4. Membimbing kelompok bekerja dan belajar
Pengajar membimbingkelompok belajar pada saat siswa mengerjakan tugas
5. Evaluasi Pengajar mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari atau masing-masing kelompok mempresentasikan
hasil kerjanya
6 Memberikan Penghargaan Pengajar mencari cara-cara untuk menghargai baik upaya maupun hasil belajar individu dan kelompok

Teknik Pembelajaran Kooperatif
Teknik pembelajaran kooperatif diantaranya:
Mencari Pasangan
Bertukar Pasangan
Kepala Bernomor.
Keliling Kelompok

Tipe-Tipe Pembelajaran Kooperatif:
Pada pembelajaran kooperatif (cooperative learning) dikenal ada 4 tipe, yaitu sebagai berikut:
Tipe STAD (Student Team Achievement Division)
Pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student Team Achievement Division) adalah pembelajaran kooperatif di mana siswa belajar dengan menggunakan kelompok kecil yang anggotanya heterogen dan menggunakan lembar kegiatan atau perangkat pembelajaran untuk menuntaskan materi pembelajaran, kemudian saling membantu satu sama lain untuk memahami bahan pembelajaran melalui tutorial, kuis satu sama lain dan atau melakukan diskusi.

Tipe Jigsaw
Tipe Jigsaw adalah salah satu model pembelajaran kooperatif di mana pembelajaran melalui penggunaan kelompok kecil siswa yang bekerja sama dalam memaksimalkan kondisi belajar untuk mencapai tujuan pembelajaran dan mendapatkan pengalaman belajar yang maksimal, baik pengalaman individu maupun pengalaman kelompok. Pada pembelajaran tipe Jigsaw ini setiap siswa menjadi anggota dari 2 kelompok, yaitu anggota kelompok asal dan anggota kelompok ahli. Anggota kelompok asal terdiri dari 3-5 siswa yang setiap anggotanya diberi nomor kepala 1-5. Nomor kepala yang sama pada kelompok asal berkumpul pada suatu kelompok yang disebut kelompok ahli.

Investigasi Kelompok
Investigasi kelompok merupakan pembelajaran kooperatif yang paling komplek dan paling sulit untuk diterapkan, dimana siswa terlibat dalam perencanaan pemilihan topik yang dipelajari dan melakukan pentelidikan yang mendalam atas topik yang dipilihnya, selanjutnya menyiapkan dan mempresentasikan laporannya kepada seluruh kelas.


Tipe Struktural
Ada 2 macam pembelajaran koooperatif tipe struktural ini yang terkenal, yaitu:
Think Pair Share
yaitu pembelajaran kooperatif dengan menggunakan tahap-tahap pembelajaran sebagai berikut:
Tahap Pertama: Thinking (berfikir), dengan mengajukan pertanyaan, kemudian siswa diminta untuk memikirkan jawaban secara mandiri be berapa saat.
Tahap Kedua: Siswa diminta secara berpasangan untuk mendiskusikan apa yang dipikirkannya pada tahap pertama.
Tahap Ketiga: Meminta kepada pasangan untuk berbagi kepada seluruh kelas secara bergiliran.

Numbered Head Together
yaitu pembelajaran kooperatif dengan langkah-langkah sebagai berikut:
Langkah 1: siswa dibagi perkelompok dengan anggota 3-5 orang, dan setiap anggota diberi nomor 1-5.
Langkah 2: guru mengajukan pertanyaan.
Langkah 3: berfikir bersama menyatukan pendapat.
Langkah 4: nomor tertentu disuruh menjawab pertanyaan untuk seluruh kelas.

Pendekatan Induktif
Model pembelajaran induktif dipelopori oleh Taba (Joyce & Weil; 2002:127), model yang didesain untuk meningkatkan kemampuan berpikir. Taba (Joyce dkk, 2002) membangun model ini dengan pendekatan yang didasarkan atas tiga asumsi, yaitu:


Proses berpikir dapat dipelajari. Mengajar seperti yang digunakan oleh Taba berarti membantu siswa mengembangkan kemampuan berpikir induktif melalui latihan (practice).
Proses berpikir adalah suatu transaksi aktif antara individu dan data. Ini berarti bahwa siswa menyampaikan sejumlah data dari beberapa domain pelajaran.



Siswa menyususn data ke dalam sistem konseptual, menghubungkan poin-poin data dengan data yang lain, membuat generalisasi dari hubungan yang mereka temukan, dan membuat kesimpulan dengan hipotesis, meramalkan dan menjelaskan fenomena.
Mengembangkan proses berpikir dengan urutan yang “sah menurut aturan”. Postulat Taba bahwa untuk menguasai keterampilan berpikir tertentu, pertama seseorang harus menguasai satu keterampilan tertentu sebelumnya, dan urutan ini tidak bisa dibalik.


Pembelajaran matematika secara induktif dimulai dari contoh-contoh untuk memahami suatu konsep. Jotce dkk (2000) membagi tiga fase strategi pembelajaran induktif yaitu: pembelajaran konsep, interpretasi data dan aplikasi prinsip. Pembentukan konsep merupakan proses berpikir yang kompleks yang mencakup membandingkan, menganalisa dan mengklasifikasikan dan penalaran induktif serta hasil dari sebuah pemahaman (Gerhard, 1971:154)


Dari identifikasi Taba dan strategi yang dikembangkan (Joyce, 2000) dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran induktif adalah suatu kegiatan belajar mengajar, dimana guru bertugas memfasilitasi siswa untuk menemukan suatu kesimpulan sebagai aplikasi hasil belajar melalui strategi pembentukan konsep, interpretasi data dan aplikasi prinsip.


Pendekatan induktif-deduktif dalam pembelajaran adalah salah satu pendekatan yang berorientasi pada paham bahwa belajar pada dasarnya adalah pengembangan intelektual. Pengembangan intelektual seseorang akan berkembang melalui dua cara, yaitu : “secara induktif dan deduktif”.(Budiarta, 2003), dalam pendekatan induktif pembahasan dimulai dengan fakta-fakta atau data-data, konsep teori yang telah diuji berkali-kali kemudian disusun ke atas menjadi suatu generalisasi kemudian ke hal yang khusus.
Pendekatan deduktif berdasarkan pada penalaran deduktif.



Soedjana (1986) mengatakan bahwa pendekatan deduktif merupakan cara berpikir untuk menarik kesimpulan dari hal yang umum menjadi kasus yang khusus. Penarikan kesimpulan secara deduktif biasanya menggunakan pola berpikir yang disebut silogisme. Dalam silogisme ini biasanya terdiri dari dua pernyataan yang benar dan sebuah kesimpulan (konklusi). Kedua pernyataan pendukung silogisme itu disebut premis (hipotesis) yang dibedakan menjadi dua bagian, yaitu premis mayor dan premis minor. Dari kedua premis inilah dapat diperoleh sebuah kesimpulan.


Pada hakikatnya matematika merupakan suatu ilmu yang diadakan atas akal (rasio) yang berhubungan dengan benda-benda yang membutuhkan pemikiran abstrak. Di samping itu dapat dipahami pula, bahwa matematika itu adalah ilmu yang deduktif, sehingga mengajarkannya juga harus menggunakan pendekatan deduktif. Ruseffendi (1988) mengatakan bahwa pendekatan deduktif tidak asing lagi bagi kita, sebab pendekatan itu merupakan ciri khas dari pengajaran matematika.
Uraian di atas dapat diperjelas dengan contoh berikut, jika dua pasang sudut dari dua segitiga sama besar, maka pasangan sudutnya yang ketiga sama pula”.



Pernyataan di atas dapat dibuat silogismenya sebagai berikut :
Premis mayor : Jumlah ketiga sudut segitiga adalah 1800
Premis minor : Dua pasang sudut dua segitiga sama besar
Kesimpulan : Pasangan sudut yang ketiga dari dua segitiga itu sama


Contoh di atas menunjukkan kepada kita bahwa penarikan kesimpulan pada kedua premis itu merupakan bukti bahwa matematika itu adalah ilmu yang dipelajari dengan pendekatan pendekatan deduktif, karena cara berpikir untuk menarik kesimpulan membutuhkan penalaran yang serius dari orang yang mempelajarinya.


Sekalipun pelajaran matematika harus diajarkan dengan pendekatan deduktif, tetapi pendekatan tersebut tidak selalu membawa hasil yang diinginkan, baik bagi guru maupun siswa, karena ketidak berhasilan siswa sekaligus juga merupakan ketidakberhasilan guru. Dengan demikian pendekatan deduktif juga harus ditunjang dengan pendekatan lain seperti pendekatan induktif, pendekatan formal, pendekatan kontekstual dan lain-lain.


Pendekatan Deduktif

Pembelajaran deduktif terdiri dari empat tahap:
1. Guru mulai dengan kaidah-kaidah konsep (conceot rule) atau pernyataan yang mana dalam pembelajaran  diupayakan untuk pembuktiannya.
2. Guru memberikan contoh-contoh yang menunjukkan pembuktian dari konsep.
3. Guru memberikan pertanyaan kepada siswa untuk mendapatkan atribut/ciri dan bukan esensi dari konsep-konsep.
4. Siswa memberikan beberapa katagori dari contoh yang diberikan oleh guru


Menurut Soejadi (Alamsyah; 2000:9):

Ciri-ciri atau atribut adalah ciri-ciri utama yang memberikan gambaran sosok utuh suatu konsep. Sedangkan atribut tidak esensial adalah ciri-ciri lain yang melengkapi konsep. Pengimplementasian model pembelajaran induktif-deduktif bisa dipadukan dengan pendekatan kooperatif. Joyce (2000:141) mengungkapkan bahwa dengan kooperatif dapat membentuk sistem sosial dan pemberian penguatan. Perpaduan model induktif-deduktif dengan pendekatan kooperatif menjadi struktur yang moderat dan guru bertindak sebagai inisiator dan pebngontrol aktivitas siswa.


Pendekatan induktif merupakan suatu proses berpikir yang dilakukan dengan cara tertentu untuk menarik kesimpulan. Soedjana (1986) mengatakan bahwa pendekatan induktif adalah pendekatan yang digunakan untuk memperoleh pengetahuan, baik diperoleh dengan akal maupun dengan percobaan. Untuk mendapatkan suatu pengetahuan yang dilakukan dengan pendekatan ini, diperlukan percobaan secara empiris. Proses berpikir demikian disebut penalaran induktif. Dengan kata lain pendekatan induktif dimulai dari contoh-contoh, kemudian membuat suatu kesimpulan.


DAFTAR PUSTAKA



 http://dewimulyaniblog.blogspot.com

Leave a Reply