Okenusantara.com - Wakil Presiden Boediono meminta Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Mohammad Nuh untuk mempersiapkan Kurikulum 2013 dengan baik sehingga bisa dilaksanakan dengan optimal dan tepat waktu. Hal ini disampaikan oleh Nuh usai bertemu Boediono untuk melaporkan persiapan penerapan Kurikulum 2013 di Kantor Wapres Jakarta, Kamis (7/3/2013).

"Bapak Wapres memberi tanggapan positif atas persiapan kurikulum 2013 dan minta agar terus dipersiapkan secara optimal," kata Nuh yang didampingi oleh Wakil Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Musliar Kasim.

Nuh mengatakan, Boediono juga berpesan agar pelaksanaan kurikulum 2013 bisa menjadi momentum bagi perbaikan dan kemajuan pendidikan nasional. Boediono berharap persiapan hendaknya dilakukan dengan baik sehingga tidak menghilangkan kepercayaan masyarakat.

"Kurikulum tersebut harus bisa memunculkan kepercayaan bagi masyarakat, jangan sampai sebaliknya. Oleh sebab itu segala persiapan telah kita lakukan dengan baik," tambahnya.

Masih 4 bulan lagi

Dalam pertemuan dengan Wapres, Nuh juga menyampaikan mengenai persiapan buku pelajaran baru yang nanti akan digunakan oleh siswa SD, SMP dan SMA. Materi buku pelajaran kurikulum 2013, lanjutnya, sudah siap dicetak dan diedarkan setelah melalui berbagai perbaikan.

Menanggapi banyaknya respon yang meragukan kesiapan pemerintah dalam menjalankan kurikulum 2013, mantan Rektor Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) itu mengatakan bahwa pihaknya selalu siap menerima masukan dan perbaikan dari sejumlah pihak.

"Masih ada sekitar empat bulan lagi untuk diperbaiki jika memang ada kekurangan sebelum nanti dimulai kurikulum baru pada tahun ajaran bari 15 Juli 2013," tandasnya.

Sumber:  KOMPAS.com

Okenusantara.com  - Kurikulum 2013 menjanjikan lahirnya generasi penerus bangsa yang kreatif. Dengan kreativitas, anak-anak bangsa mampu berinovasi untuk menjawab tantangan masa depan yang semakin rumit.

"Kreativitas bangsa kita masih rendah. Akibatnya, daya saing bangsa pun rendah. Perbaikan kelemahan inilah yang kita perbaiki secara serius di dalam Kurikulum 2013," kata Mohammad Nuh, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, dalam rapat koordinasi nasional IV Asosiasi Lembaga Pendidik Tenaga Kependidikan (LPTK) di Jakarta, Kamis (7/3/2013).

Menurut Nuh, Kurikulum 2013 memasukkan kreativitas sebagai andalan. Kreativitas inilah modal dasar untuk melahirkan anak-anak yang inovatif, yang mampu mecari alternatif-alternatif dari persoalan atau tantangan di masa depan yang makin rumit.

"Kita perlu generasi muda yang memiliki kemampuan berpikir tinggi. Inilah yang kita siapkan dengan perubahan dalam Kurikulum 2013," papar Nuh.

Sumber: KOMPAS.com



21.    MATEMATIKA SMA / MA (IPA)
                                                           
STANDAR KOMPETENSI LULUSAN (SKL)
URAIAN
1.          Memahami pernyataan dalam matematika dan ingkarannya, mampu menentukan nilai kebenaran pernyataan majemuk, serta mampu menggunakan prinsip logika matematika dalam pemecahan masalah.

Logika
·           Ingkaran suatu pernyataan
·           Penarikan kesimpulan
2.    Memahami konsep yang berkaitan dengan aturan pangkat, akar dan logaritma, fungsi aljabar sederhana, persamaan dan pertidaksamaan kuadrat, persamaan lingkaran dan persamaan garis singgungnya, suku banyak, sistem persamaan  linear, program linear, matriks, vektor, transformasi geometri, barisan dan deret, serta mampu menggunakannya dalam pemecahan masalah.
Aljabar
·           Pangkat, akar, dan logaritma
·           Fungsi aljabar sederhana:
-     Fungsi kuadrat
-     Fungsi komposisi dan fungsi invers
-     Fungsi eksponen dan logaritma
·           Persamaan dan pertidaksamaan kuadrat
·           Persamaan lingkaran dan persamaan garis singgungnya
·           Suku banyak
·           Sistem persamaan linear
·           Program linear
·           Matriks
·           Vektor
·           Transformasi geometri
·           Barisan dan deret

3.    Memahami sifat dan aturan geometri dalam menentukan kedudukan titik, garis dan bidang, jarak dan sudut.
Geometri
·           Jarak
·           Sudut
       (Jarak dan sudut yang sederhana)
4.    Memahami konsep perbandingan, fungsi, persamaan, dan identitas trigonometri, melakukan manipulasi aljabar untuk menyusun bukti serta mampu menggunakannya dalam pemecahan masalah.
Trigonometri
·           Aturan sinus atau aturan kosinus
·           Rumus jumlah dan selisih dua sudut
·           Rumus jumlah dan selisih sinus, kosinus, dan tangen
·           Persamaan trigonometri
5.    Memahami konsep limit, turunan, dan integral dari fungsi aljabar dan fungsi trigonometri, serta mampu menerapkannya dalam pemecahan masalah.
Kalkulus
·           Limit fungsi aljabar atau fungsi trigonometri
·           Turunan fungsi
·           Nilai ekstrim dan aplikasinya
·           Integral tak tentu dan integral tentu dari fungsi aljabar dan fungsi trigonometri
·           Luas daerah dan  volume benda putar dari fungsi aljabar yang sederhana

6.    Mampu mengolah, menyajikan, dan menafsirkan data, mampu memahami kaidah pencacahan, permutasi, kombinasi dan peluang kejadian serta mampu menerapkannya dalam pemecahan masalah.
Statistika
·           Penyajian data dalam bentuk tabel, diagram, grafik atau ogive.
·           Ukuran pemusatan, ukuran letak, dan ukuran penyebaran dari data dalam bentuk tabel, diagram atau grafik
Peluang
·           Kaidah pencacahan, permutasi dan kombinasi
·           Peluang kejadian
       (Tidak termasuk kejadian bersyarat)




22.    MATEMATIKA SMA (IPS) / MA (KEAGAMAAN)
                                                           
STANDAR KOMPETENSI LULUSAN (SKL)
URAIAN
1.    Memahami pernyataan dan ingkarannya,  menentukan nilai kebenaran pernyataan majemuk, serta  mampu menggunakan prinsip logika matematika dalam pemecahan masalah yang berkaitan dengan penarikan kesimpulan.
Logika
·           Nilai kebenaran pernyataan majemuk
·           Ingkaran suatu pernyataan
·           Penarikan kesimpulan
2.    Memahami konsep yang berkaitan dengan aturan pangkat, akar dan logaritma, fungsi aljabar sederhana, persamaan dan pertidaksamaan kuadrat,  sistem persamaan linear, program linear, matriks, barisan dan deret, serta mampu menggunakannya dalam pemecahan masalah.
Aljabar
·           Pangkat, akar, dan logaritma
·           Fungsi aljabar sederhana:
-     Fungsi kuadrat
-     Fungsi komposisi dan fungsi invers
·           Persamaan dan pertidaksamaan kuadrat
·           Sistem persamaan linear
·           Program linear
·           Matriks
·           Barisan dan deret

3.    Memahami limit dan  turunan  dari fungsi aljabar serta mampu menerapkannya dalam pemecahan masalah.
Kalkulus
·           Limit fungsi aljabar
·           Turunan fungsi aljabar dan aplikasinya
·           Nilai ekstrim fungsi aljabar dan pemakaiannya

4.    Mampu mengolah, menyajikan, menafsirkan data, dan memahami kaidah pencacahan, permutasi, kombinasi, dan peluang kejadian serta mampu menerapkannya dalam pemecahan masalah.
Peluang
·           Kaidah pencacahan, permutasi dan kombinasi
·           Peluang kejadian
Statistika
·           Penyajian data dalam bentuk tabel dan diagram
·           Ukuran pemusatan, ukuran letak dan ukuran penyebaran data




23.    MATEMATIKA SMA / MA (BAHASA)
                                                           
STANDAR KOMPETENSI LULUSAN (SKL)
URAIAN
1.    Memahami pernyataan dan ingkarannya,  menentukan nilai kebenaran pernyataan majemuk, serta  mampu menggunakan prinsip logika matematika dalam pemecahan masalah yang berkaitan dengan penarikan kesimpulan.

Logika 
·           Ingkaran suatu pernyataan
·           Penarikan kesimpulan
2.    Memahami konsep yang berkaitan dengan aturan pangkat, akar dan logaritma, fungsi aljabar sederhana,  persamaan dan pertidaksamaan kuadrat, sistem persamaan linear, program linear, matriks, barisan dan deret, serta mampu menggunakannya dalam pemecahan masalah.
Aljabar
·           Pangkat, akar, dan logaritma
·           Fungsi aljabar sederhana:
  -   Fungsi kuadrat
·           Persamaan dan pertidaksamaan kuadrat
·           Sistem persamaan linear
·           Program linear
·           Matriks
·           Barisan dan deret

3.    Mampu mengolah, menyajikan, dan menafsirkan data, dan memahami kaidah pencacahan, permutasi, kombinasi dan peluang kejadian, serta mampu menerapkannya dalam pemecahan masalah.
Peluang
·           Kaidah pencacahan
·           Permutasi
·           Kombinasi
·           Peluang kejadian
Statistika
·           Penyajian data dalam bentuk tabel dan  diagram
·           Ukuran pemusatan, letak dan ukuran penyebaran data




A.  Pendahuluan
Metode mengajar adalah suatu pengetahuan tentang cara-cara mengajar yang dipergunakan oleh seorang guru atau instruktur. Pengertian lain adalah teknik penyajian yang dikuasai guru untuk mengajar atau menyajikan bahan pelajaran pada siswa di dalam kelas, baik secara individual maupun secara kelompok. Agar pelajaran itu dapat diserap, dipahami dan dimanfaatkan oleh siswa dengan baik.

Belajar mengajar sebagai suatu kegiatan, seiring dengan adanya makhluk manusia di muka bumi ini, sejak semula kegiatan belajar mengajar ini telah dilakukan oleh manusia bahkan dalam batas-batas tertentu juga hewan, dalam upaya membimbing anak keturunannya agar berhasil dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya.

B.     Pembahasan
1.      Pengertian Metode Pembelajaran
Pembelajaran pada dasarnya adalah proses penambahan informasi dan kemampuan, ketika berfikir informasi dan kompetensi apa yang dimaksud oleh siswa, maka pada saat itu juga kita semestinya berfikir strategi apa yang harus dilakukan agar semua itu dapat tercapai secara efektif dan efesien. Ini sangat penting untuk dipahami oleh setiap guru, sebab apa yang harus dicapai akan menentukan bagaimana cara mencapainya. Seorang guru dituntut untuk menguasai metode pembelajaran yang dilakukannya akan dapat memberikan nilai tambah bagi anak didiknya. Selanjutnya yang tidak kalah pentingnya dari nilai proses pembelajarannya adalah hasil belajar yang optimal atau maksimal.[1]

Banyak defenisi mengenai metode pembelajaran ini yang dijumpai dalam berbagai literatur Muhammad Atiyah Al-Abrasyi, mendefenisikan “jalan yang harus diikuti untuk memberikan kefahaman bagi peserta didik segalam macam pelajaran dalam segala mata pelajaran”.

Dari berbagai defenisi mengenai metode pembelajaran yang telah dikemukakan dapat disimpulkan dalam kalimat pendek bahwa metode ialah jalan atau cara-cara yang digunakan pendidik dan peserta didik dalam proses pembelajaran.[2]

2.      Metode Pembelajaran Konvensional
Salah satu model pembelajaran yang masih berlaku dan sangat banyak digunakan oleh guru adalah model pembelajaran konvensional. Pembelajaran konvesional. Pembelajaran konvensional mempunyai beberapa pengertian menurut para ahli, diantaranya:

1.    Djamarah (1996), metode pembelajaran konvensional adalah metode pembelajaran tradisional atau disebut juga dengan metode ceramah, karena sejak dulu metode ini telah dipergunakan sebagai alat komunikasi lisan antara guru dengan anak didik dalam proses belajar dan pembelajaran. Dalam pembelajaran sejarah metode konvensional ditandai dengan ceramah yang diiringi dengan penjelasan, serta pembagian tugas dan latihan.
2.    Freire (1999), memberikan istilah terhadap pengajaran seperti itu sebagai suatu penyelenggaraan pendidikan ber “gaya bank” penyelenggaraan pendidikan hanya dipandang sebagai suatu aktivitas pemberian informasi yang harus “ditelan” oleh siswa, yang wajib diingat dan dihafal.[3]

3.      Ciri-ciri Pembelajaran Konvensional
Secara umum, ciri-ciri pembelajaran konvensional adalah:
1.    Siswa adalah penerima informasi secara pasif, dimana siswa menerima pengetahuan dari guru dan pengetahuan diasumsinya sebagai badan dari informasi dan keterampilan yang dimiliki sesuai dengan standar.
2.    Belajar secara individual
3.    Pembelajaran sangat abstrak dan teoritis
4.    Perilaku dibangun atas kebiasaan
5.    Kebenaran bersifat absolut dan pengetahuan bersifat final
6.    Guru adalah penentu jalannya proses pembelajaran
7.    Perilaku baik berdasarkan motivasi ekstrinsik
8.    Interaksi di antara siswa kurang
9.    Guru sering bertindak memperhatikan proses kelompok yang terjadi dalam kelompok-kelompok belajar.

Namun perlu diketahui bahwa pengajaran model ini dipandang efektif atau mempunyai keunggulan, terutama:
1.    Berbagai informasi yang tidak mudah ditemukan di tempat lain
2.    Menyampaikan informasi dengan cepat
3.    Membangkitkan minat akan informasi
4.    Mengajari siswa yang cara belajar terbaiknya dengan mendengarkan
5.    Mudah digunakan dalam proses belajar mengajar.

Sedangkan kelemahan pembelajaran ini adalah sebagai berikut:
1.    Tidak semua siswa memiliki cara belajar terbaik dengan mendengarkan
2.    Sering terjadi kesulitan untuk menjaga agar siswa tetap tertarik dengan apa yang dipelajari
3.    Para siswa tidak mengetahui apa tujuan mereka belajar pada hari itu
4.    Penekanan sering hanya pada penyelesaian tugas
5.    Daya serapnya rendah dan cepat hilang karena bersifat menghafal.[4]

4.      Ciri-ciri Umum Metode yang Baik
Setiap guru yang akan mengajar senantiasa dihadapkan pada pilihan metode. Banyak macam metode yang bisa dipilih guru dalam kegiatan mengajar, namun tidak semua metode bisa dipilih guru dalam kegiatan mengajar. Dan tidak semua pula metode dikatakan jelek. Kebaikan suatu metode terletak pada ketatapan memilih sesuai dengan tuntutan pembelajaran. 

Omar Muhammad Al-Toumi mengatakan terdapat beberapa ciri dari sebuah metode yang baik untuk pembelajaran pendidikan agama Islam, yaitu:
1.    Berpadunya metode suatu tujuan dan alat dengan jiwa dan ajaran akhlak islami yang mulia.
2.    Bersifat luwes, fleksibel dan memiliki daya sesuai dengan watak siswa dan materi siswa pada kemampuan praktis.
3.    Bersifat fungsional dalam menyatukan teori dengan praktik dan mengantarkan siswa pada kemampuan praktis.
4.    Tidak mereduksi materi tapi bahkan mengembangkan materi.
5.    Memberikan keleluasaan pada siswa untuk menyatakan pendapatnya.
6.    Mampu menempatkan guru dalam posisi yang tepat dan terhormat dalam keseluruhan pembelajaran.[5]

5.      Pendekatan Pembelajaran Konvensional
Menurut Ujang Sukandi (2003), mendefenisikan bahwa pendekatan konvensional ditandai dengan guru mengajar lebih banyak mengajarkan tentang konsep-konsep bukan kompetensi, tujuannya adalah siswa mengetahui sesuatu bukan mampu untuk melakukan sesuatu, dan pada saat proses pembelajaran siswa lebih banyak mendengarkan. Disini terlihat bahwa pendekatan konvensional yang dimaksud adalah proses pembelajaran yang lebih banyak didominasi gurunya sebagai “pentransfer ilmu, sementara siswa lebih pasif sebagai “penerima” ilmu.

Sedangkan menurut Philip R. Wallace, pendekatan pembelajaran dikatakan sebagai pendekatan pembelajaran yang konservatif apabila mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
1.    Otoritas seorang guru lebih diutamakan dan berperan sebagai contoh bagi muri-muridnya.
2.    Perhatian kepada masing-masing individu atau minat sangat kecil
3.    Pembelajaran di sekolah lebih banyak dilihat sebagai persiapan akan masa depan, bukan sebagai peningkatan kompetensi siswa di saat ini.
4.    Penekanan yang mendasar adala pada bagaimana pengetahuan dapat diserap oleh siswa dan penguasaan pengetahuan tersebutlah yang menjadi tolak ukur keberhasilan tujuan, sementara pengembangan potensi siswa terabaikan.[6]

Jika dilihat dari tiga jalur modus penyampaian pesan pembelajaran, penyelenggaraan pembelajaran konvensional lebih sering menggunakan modus telling (pemberian informasi), ketimbang modus demonstrating (memperagakan), dan doing direct performance (memberikan kesempatan untuk menampilkan unjuk kerja secara langsung). Dalam kata lain, guru lebih sering menggunakan strategi atau metode ceramah atau drill dengan mengikuti urutan materi dalam kurikulum secara ketat. Guru berasumsi bahwa keberhasilan program pembelajaran dilihat dair ketuntasannya menyampaikan seluruh meteri yang ada dalam kurikulum.

Berdasarkan penjelasan di atas, maka pendekatan konvensional dapat dimaklumi sebagai pendekatan pembelajaran yang lebih banyak berpusat pada guru, komunikasi lebih banyak satu arah dari guru ke siswa, metode pembelajaran lebih pada penguasaan konsep-konsep bukan kompetensi.[7]

Seorang guru dituntut untuk menguasai berbagai model-model pembelajaran, dimana melalui model pembelajaran yang digunakannya akan dapat memberikan nilai tambah bagi anak didiknya. Selanjutnya yang tidak kalah pentingnya dari proses pembelajarannya adalah hasil belajar yang optimal atau maksimal.
Memang, model pembelajaran konvensional ini tidak harus kita tinggal, dan guru mesti melakukan model konvensional pada setiap pertemuan, setidak-tidaknya pada awal proses pembelajaran dilakukan. Atau kita memberikan kepada anak didik sebelum kita menggunakan model pembelajaran yang akan dipergunakan.[8]

6.      Macam-macam Metode
Ada beberapa macam metode yang dapat diterapkan dalam proses pembelajaran, diantaranya:

1.    Metode Ceramah
Metode ceramah ialah suatu metode di dalam pendidikan dan pengajaran yang cara menyampaikan pengertian-pengertian materi pengajaran kepada anak didik dilaksanakan dengan lisan oleh guru di dalam kelas. Peranan guru dan murid berbeda secara jelas, yaitu guru terutama dalam menuturkan dan menerangkan secara aktif, sedangkan murid mendengarkan dan mengikuti secara cermat serta mencatat pokok persoalan yang diterangkan oleh guru-guru. Dalam metode ceramah ini peranan utama adalah guru. Berhasil atau tidaknya pelaksanaan metode ceramah bergantung pada guru tersebut.[9]

2.    Metode Tanya Jawab
Metode ini adalah metode di dalam pendidikan dan pengajaran dimana guru bertanya sedangkan siswa menjawab tentang bahan metari yang ingin diperolehnya. Metode ini layak dipakai bila dilakukan sebagai ulangan pelajaran yang telah lalu, sebagai selingan dalam menjelaskan pelajaran, untuk merangsang siswa agar perhatian mereka lebih terpusat pada masalah-masalah yang sedang dibicarakan, dan untuk mengarahkan proses berfikir siswa.

3.    Metode Demonstrasi
Metode demonstrasi adalah metode mengajar dengan menggunakan alat peraga (meragakan), untuk memperjelas suatu pengertian, atau untuk memperlihatkan bagaimana untuk melakukan dan jalannya suatu proses pembuatan tertentu kepada siswa.[10]
Sedangkan di karangan Prof. Dr. Made Pidarta, demonstrasi adalah suatu alat peraga atau media pengajaran yang dipakai bermacam-macam bergantung kepada materi yang akan didemonstrasikan.[11]

4.    Metode Kerja Kelompok
Istilah kerja kelompok mengandung arti bahwa siswa-siswa dalam suatu kelas di bagi ke dalam beberapa kelompok, baik kelompok kecil maupun kelompok besar. Pengelompokan biasanya didasarkan atas prinsip untuk mencapai tujuan bersama.

5.    Metode Karyawisata
Metode ini adalah suatu metode pengajaran yang dilakukan dengan mengajak para siswa keluar kelas untuk mengunjungi suatu peristiwa atau tempat yang ada kaitannya dengan pokok bahasan. Dan metode ini memiliki kelebihan, seperti memberi perhatian lebih jelas dengan peragaan langsung, mendorong anak mengenal lingkungan dan tanah airnya.[12]
 
Kemudian, jika dilihat secara garis besarnya, metode mengajar dapat diklasifikasikan menjadi dua bagian yakni:
1.    Metode mengajar konvensional
Metode ini adalah metode mengajar yang lazim dipakai oleh guru atau sering disebut metode tradisional.
2.    Metode mengajar inkonvensional
Metode ini adalah suatu teknik mengajar yang baru berkembang dan belum lazim digunakan secara umum, seperti metode mengajar modul, berprogram, pengajaran unit, masih merupakan metode yang baru dikembangkan dan diterapkan dibeerapa sekolah tertentu yang mempunyai peralatan dan media yang lengkap serta guru-guru yang ahli menanganinya.[13]

7.      Tujuan Metode Pengajaran
 
Untuk menguraikan tujuan metode pengajaran, dikemukakan oleh Omar Muhammad Al-Taumy yang dikutip Ramayulis sebagai berikut:
1.    Menolong pelajar untuk mengembangkan pengetahuan, pengalaman, keterampilan dan sikapnya.
2.    Membiasakan siswa menghafal, memahami, berfikiran sehat, memperlihatkan dengan tepat, mengamati dengan tepat, rajin, sabar dan teliti dalam menuntut ilmu.
3.    Memudahkan proses pengajaran itu bagi pelajar dan membuatnya mencapai sebanyak mungkin tujuan yang diinginkannya.
4.    Menciptakan suasana yang sesuai dengan pengajaran yang berlaku, sifat percaya-mempercayai dan hormat-menghormati antara guru dan murid serta hubungan baik antara keduanya.[14]

DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi. Abu, Strategi Belajar Mengajar, Bandung: Pustaka Setia, 2005.
Pidarta. Made, Cara Belajar Mengajar di Universitas Negara Maju, Jakarta: Bumi Aksara, 1990.
Rostiya, Didaktik Metodik, Jakarta: Bina Aksara, 1989.
Usman. Basyiruddin, Metodologi Pembelajaran Agama Islam, Jakarta: Ciputat Press, 2002.
Wijaya. Wina,  Pembelajaran dalam Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi, Jakarta: Kencana, 2008.
www.goegle.co.id,http://iyasphunkalfreth.blogspot.com / 2010 / 06 / perbandingan metode pembelajaran. htlm.
www.gogle.co.id,http://sunartobs.wordpress.com/2009/03/02.
www.google.co.id.http//warpalah edukasi. Kompasiana.com/2009/12/20.
www.google.co.id.http://forum.um.ac.id/index.php.
Yusuf. Tayar, Metodologi Pengajaran Agama dan Bahasa Arab, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995.
________________________________________
[1]Wina Wijaya,  Pembelajaran dalam Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi, (Jakarta: Kencana, 2008), hlm. 101.
[2]Basyiruddin Usman, Metodologi Pembelajaran Agama Islam, (Jakarta: Ciputat Press, 2002), hlm. 32.
[3]www.goegle.co.id,http://iyasphunkalfreth.blogspot.com / 2010 / 06 / perbandingan metode pembelajaran. htlm.
[4]Ibid.
[5]Abu Ahmadi, Strategi Belajar Mengajar, (Bandung: Pustaka Setia, 2005), hlm. 52.
[6]www.gogle.co.id,http://sunartobs.wordpress.com/2009/03/02.
[7]www.google.co.id.http//warpalah edukasi. Kompasiana.com/2009/12/20.
[8]www.google.co.id.http://forum.um.ac.id/index.php.
[9]Abu Ahmadi, Op.Cit, hlm. 53.
[10]Tayar Yusuf, Metodologi Pengajaran Agama dan Bahasa Arab, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995), hlm. 49.
[11]Made Pidarta, Cara Belajar Mengajar di Universitas Negara Maju, (Jakarta: Bumi Aksara, 1990), 64.
[12]Rostiya, Didaktik Metodik, (Jakarta: Bina Aksara, 1989), hlm. 83-84.
[13]Basyiruddin Usman, Log.Cit, hlm. 33.
[14]Rostiya, Op.Cit, hlm. 3-4.


http://muhammadkholik.wordpress.com



MODEL - MODEL PEMBELAJARAN



Pengertian Pembelajaran Kooperatif
Cooperative Learning adalah suatu strategi belajar mengajar yang menekankan pada sikap atau perilaku bersama dalam bekerja atau membantu di antara sesama dalam struktur kerjasama yang teratur dalam kelompok, yang terdiri dari dua orang atau lebih.


Pembelajaran kooperatif adalah salah satu bentuk pembelajaran yang berdasarkan faham konstruktivis. Pembelajaran kooperatif merupakan strategi belajar dengan sejumlah siswa sebagai anggota kelompok kecil yang tingkat kemampuannya berbeda. Dalam menyelesaikan tugas kelompoknya, setiap siswa anggota kelompok harus saling bekerja sama dan saling membantu untuk memahami materi pelajaran. Dalam pembelajaran kooperatif, belajar dikatakan belum selesai jika salah satu teman dalam kelompok belum menguasai bahan pelajaran.


Menurut Anita Lie dalam bukunya “Cooperative Learning”, bahwa model pembelajaran Cooperative Learning tidak sama dengan sekedar belajar kelompok, tetapi ada unsur-unsur dasar yang membedakannya dengan pembagian kelompok yang dilakukan asal-asalan.


Model pembelajaran cooperative learning adalah salah satu model pembelajaran yang menempatkan siswa sebagai subjek pembelajaran (student oriented). Dengan suasana kelas yang demokratis, yang saling membelajarkan memberi kesempatan peluang lebih besar dalam memberdayakan potensi siswa secara maksimal. Model pembelajaran cooperative learning akan dapat memberikan nunasa baru di dalam pelaksanaan pembelajaran oleh semua bidang studi atau mata pelajaran yang diampu guru. Karena pembelajaran cooperative learning dan beberapa hasil penelitian baik pakar pendidikan dalam maupun luar negeri telah memberikan dampak luas terhadap keberhasilan dalam proses pembelajaran. Dampak tersebut tidak saja kepada guru akan tetapi juga pada siswa, dan interaksi edukatif muncul dan terlihat peran dan fungsi dari guru maupun siswa.


Peran guru dalam pembelajaran cooperative learning sebagai fasilitator, moderator, organisator dan mediator terlihat jelas. Kondisi ini peran dan fungsi siswa terlihat, keterlibatan semua siswa akan dapat memberikan suasana aktif dan pembelajaran terkesan de-mokratis, dan masing-masing siswa punya peran dan akan memberikan pengalaman belajarnya kepada siswa lain.

Karakteristik pembelajaran kooperatif diantaranya:
Siswa bekerja dalam kelompok kooperatif untuk menguasai materi akademis.
Anggota-anggota dalam kelompok diatur terdiri dari siswa yang berkemampuan rendah, sedang, dan tinggi.
Jika memungkinkan, masing-masing anggota kelompok kooperatif berbeda suku, budaya, dan jenis kelamin.
Sistem penghargaan yang berorientasi kepada kelompok daripada individu.


Selain itu, terdapat empat tahapan keterampilan kooperatif yang harus ada dalam model pembelajaran kooperatif yaitu:
Forming (pembentukan)
Functioniong (pengaturan)
Formating (perumusan)
Fermenting (penyerapan)

Unsur-unsur Pembelajaran Kooperatif
Sebagaimana yang telah diuraikan di atas bahwa pembelajaran Kooperatif adalah pembelajaran yang dilakukan dalam kelompok kecil, di mana Muslim Ibrahim (2006 : 6, dalam Depdiknas 2005 : 45) menguraikan unsur-unsur pembelajaran Kooperatif sebagai berikut:


Siswa dalam kelompoknya harus beranggapan bahwa mereka “sehidup sepenanggungan bersama”.
Siswa bertanggung jawab atas segala sesuatu di dalam kelompoknya seperti milik mereka sendiri.
Siswa harus melihat bahwa semua anggota di dalam kelompoknya memiliki tujuan yang sama.
Siswa harus membagi tugas dan tanggung jawab yang sama di antara anggota kelompoknya.
Siswa akan dikena evaluasi atau hadiah/penghargaan yang juga akan dikenakan untuk semua kelompok.
Siswa berbagi kepemimpinan dan mereka membutuhkan keterampilan untuk belajar bersama selama proses belajarnya.
Siswa akan diminta mempertanggung jawabkan secara individual materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif.


Dengan memperhatikan unsur-unsur pembelajaran kooperatif tersebut, bisa kita simpulkan bahwa dalam pembelajaran kooperatif setiap siswa yang tergabung dalam kelompok harus betul-betul dapat menjalin kekompakan. Selain itu, tanggung jawab bukan saja terdapat dalam kelompok, tetapi juga dituntut tanggung jawab individu.

Ciri-ciri Pembelajaran Kooperatif
Apabila seorang guru ingin menggunakan pembelajaran kooperatif, maka haruslah terlebih dahulu mengerti tentang pembelajaran kooperatif tersebut. Muslim Ibrahim (dalam Depdiknas, 2005 : 46) mengemukakan ciri-ciri pembelajaran kooperatif sebagai berikut:


1. Siswa bekerja dalam kelompok secara kooperatif untuk menuntaskan materi belajarnya.
2. Kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang dan rendah.
3. Bila mungkin anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku, jenis kelamin yang berbeda.
    Penghargaan lebih berorientasi pada individu.


Dengan memperhatikan ciri-ciri tersebut, seorang guru hendaklah dapat membentuk kelompok sesuai dengan ketentuan, sehingga setiap kelompok dapat bekerja dengan optimal.


Langkah-Langkah Cooperative Learning

No Langkah-Langkah Tingkah Laku Guru
1. Menyampaikan tujuan
dan memotivasi siswa
Pengajar menyampaikan semua tujuan pelajaran yang ingin dicapai dan memotivasi siswa belajar
2 Menyajikan informasi Pengajar menyajikan informasi pada siswa dengan jalan demonstrasi atau lewat bahan bacaan.
3. Mengorganisasikan
siswa kedalam
kelompok-kelompok belajar Pengajar menjelaskan pada siswa
bagaimana caranya membentuk kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan transisi secara efisien
4. Membimbing kelompok bekerja dan belajar
Pengajar membimbingkelompok belajar pada saat siswa mengerjakan tugas
5. Evaluasi Pengajar mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari atau masing-masing kelompok mempresentasikan
hasil kerjanya
6 Memberikan Penghargaan Pengajar mencari cara-cara untuk menghargai baik upaya maupun hasil belajar individu dan kelompok

Teknik Pembelajaran Kooperatif
Teknik pembelajaran kooperatif diantaranya:
Mencari Pasangan
Bertukar Pasangan
Kepala Bernomor.
Keliling Kelompok

Tipe-Tipe Pembelajaran Kooperatif:
Pada pembelajaran kooperatif (cooperative learning) dikenal ada 4 tipe, yaitu sebagai berikut:
Tipe STAD (Student Team Achievement Division)
Pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student Team Achievement Division) adalah pembelajaran kooperatif di mana siswa belajar dengan menggunakan kelompok kecil yang anggotanya heterogen dan menggunakan lembar kegiatan atau perangkat pembelajaran untuk menuntaskan materi pembelajaran, kemudian saling membantu satu sama lain untuk memahami bahan pembelajaran melalui tutorial, kuis satu sama lain dan atau melakukan diskusi.

Tipe Jigsaw
Tipe Jigsaw adalah salah satu model pembelajaran kooperatif di mana pembelajaran melalui penggunaan kelompok kecil siswa yang bekerja sama dalam memaksimalkan kondisi belajar untuk mencapai tujuan pembelajaran dan mendapatkan pengalaman belajar yang maksimal, baik pengalaman individu maupun pengalaman kelompok. Pada pembelajaran tipe Jigsaw ini setiap siswa menjadi anggota dari 2 kelompok, yaitu anggota kelompok asal dan anggota kelompok ahli. Anggota kelompok asal terdiri dari 3-5 siswa yang setiap anggotanya diberi nomor kepala 1-5. Nomor kepala yang sama pada kelompok asal berkumpul pada suatu kelompok yang disebut kelompok ahli.

Investigasi Kelompok
Investigasi kelompok merupakan pembelajaran kooperatif yang paling komplek dan paling sulit untuk diterapkan, dimana siswa terlibat dalam perencanaan pemilihan topik yang dipelajari dan melakukan pentelidikan yang mendalam atas topik yang dipilihnya, selanjutnya menyiapkan dan mempresentasikan laporannya kepada seluruh kelas.


Tipe Struktural
Ada 2 macam pembelajaran koooperatif tipe struktural ini yang terkenal, yaitu:
Think Pair Share
yaitu pembelajaran kooperatif dengan menggunakan tahap-tahap pembelajaran sebagai berikut:
Tahap Pertama: Thinking (berfikir), dengan mengajukan pertanyaan, kemudian siswa diminta untuk memikirkan jawaban secara mandiri be berapa saat.
Tahap Kedua: Siswa diminta secara berpasangan untuk mendiskusikan apa yang dipikirkannya pada tahap pertama.
Tahap Ketiga: Meminta kepada pasangan untuk berbagi kepada seluruh kelas secara bergiliran.

Numbered Head Together
yaitu pembelajaran kooperatif dengan langkah-langkah sebagai berikut:
Langkah 1: siswa dibagi perkelompok dengan anggota 3-5 orang, dan setiap anggota diberi nomor 1-5.
Langkah 2: guru mengajukan pertanyaan.
Langkah 3: berfikir bersama menyatukan pendapat.
Langkah 4: nomor tertentu disuruh menjawab pertanyaan untuk seluruh kelas.

Pendekatan Induktif
Model pembelajaran induktif dipelopori oleh Taba (Joyce & Weil; 2002:127), model yang didesain untuk meningkatkan kemampuan berpikir. Taba (Joyce dkk, 2002) membangun model ini dengan pendekatan yang didasarkan atas tiga asumsi, yaitu:


Proses berpikir dapat dipelajari. Mengajar seperti yang digunakan oleh Taba berarti membantu siswa mengembangkan kemampuan berpikir induktif melalui latihan (practice).
Proses berpikir adalah suatu transaksi aktif antara individu dan data. Ini berarti bahwa siswa menyampaikan sejumlah data dari beberapa domain pelajaran.



Siswa menyususn data ke dalam sistem konseptual, menghubungkan poin-poin data dengan data yang lain, membuat generalisasi dari hubungan yang mereka temukan, dan membuat kesimpulan dengan hipotesis, meramalkan dan menjelaskan fenomena.
Mengembangkan proses berpikir dengan urutan yang “sah menurut aturan”. Postulat Taba bahwa untuk menguasai keterampilan berpikir tertentu, pertama seseorang harus menguasai satu keterampilan tertentu sebelumnya, dan urutan ini tidak bisa dibalik.


Pembelajaran matematika secara induktif dimulai dari contoh-contoh untuk memahami suatu konsep. Jotce dkk (2000) membagi tiga fase strategi pembelajaran induktif yaitu: pembelajaran konsep, interpretasi data dan aplikasi prinsip. Pembentukan konsep merupakan proses berpikir yang kompleks yang mencakup membandingkan, menganalisa dan mengklasifikasikan dan penalaran induktif serta hasil dari sebuah pemahaman (Gerhard, 1971:154)


Dari identifikasi Taba dan strategi yang dikembangkan (Joyce, 2000) dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran induktif adalah suatu kegiatan belajar mengajar, dimana guru bertugas memfasilitasi siswa untuk menemukan suatu kesimpulan sebagai aplikasi hasil belajar melalui strategi pembentukan konsep, interpretasi data dan aplikasi prinsip.


Pendekatan induktif-deduktif dalam pembelajaran adalah salah satu pendekatan yang berorientasi pada paham bahwa belajar pada dasarnya adalah pengembangan intelektual. Pengembangan intelektual seseorang akan berkembang melalui dua cara, yaitu : “secara induktif dan deduktif”.(Budiarta, 2003), dalam pendekatan induktif pembahasan dimulai dengan fakta-fakta atau data-data, konsep teori yang telah diuji berkali-kali kemudian disusun ke atas menjadi suatu generalisasi kemudian ke hal yang khusus.
Pendekatan deduktif berdasarkan pada penalaran deduktif.



Soedjana (1986) mengatakan bahwa pendekatan deduktif merupakan cara berpikir untuk menarik kesimpulan dari hal yang umum menjadi kasus yang khusus. Penarikan kesimpulan secara deduktif biasanya menggunakan pola berpikir yang disebut silogisme. Dalam silogisme ini biasanya terdiri dari dua pernyataan yang benar dan sebuah kesimpulan (konklusi). Kedua pernyataan pendukung silogisme itu disebut premis (hipotesis) yang dibedakan menjadi dua bagian, yaitu premis mayor dan premis minor. Dari kedua premis inilah dapat diperoleh sebuah kesimpulan.


Pada hakikatnya matematika merupakan suatu ilmu yang diadakan atas akal (rasio) yang berhubungan dengan benda-benda yang membutuhkan pemikiran abstrak. Di samping itu dapat dipahami pula, bahwa matematika itu adalah ilmu yang deduktif, sehingga mengajarkannya juga harus menggunakan pendekatan deduktif. Ruseffendi (1988) mengatakan bahwa pendekatan deduktif tidak asing lagi bagi kita, sebab pendekatan itu merupakan ciri khas dari pengajaran matematika.
Uraian di atas dapat diperjelas dengan contoh berikut, jika dua pasang sudut dari dua segitiga sama besar, maka pasangan sudutnya yang ketiga sama pula”.



Pernyataan di atas dapat dibuat silogismenya sebagai berikut :
Premis mayor : Jumlah ketiga sudut segitiga adalah 1800
Premis minor : Dua pasang sudut dua segitiga sama besar
Kesimpulan : Pasangan sudut yang ketiga dari dua segitiga itu sama


Contoh di atas menunjukkan kepada kita bahwa penarikan kesimpulan pada kedua premis itu merupakan bukti bahwa matematika itu adalah ilmu yang dipelajari dengan pendekatan pendekatan deduktif, karena cara berpikir untuk menarik kesimpulan membutuhkan penalaran yang serius dari orang yang mempelajarinya.


Sekalipun pelajaran matematika harus diajarkan dengan pendekatan deduktif, tetapi pendekatan tersebut tidak selalu membawa hasil yang diinginkan, baik bagi guru maupun siswa, karena ketidak berhasilan siswa sekaligus juga merupakan ketidakberhasilan guru. Dengan demikian pendekatan deduktif juga harus ditunjang dengan pendekatan lain seperti pendekatan induktif, pendekatan formal, pendekatan kontekstual dan lain-lain.


Pendekatan Deduktif

Pembelajaran deduktif terdiri dari empat tahap:
1. Guru mulai dengan kaidah-kaidah konsep (conceot rule) atau pernyataan yang mana dalam pembelajaran  diupayakan untuk pembuktiannya.
2. Guru memberikan contoh-contoh yang menunjukkan pembuktian dari konsep.
3. Guru memberikan pertanyaan kepada siswa untuk mendapatkan atribut/ciri dan bukan esensi dari konsep-konsep.
4. Siswa memberikan beberapa katagori dari contoh yang diberikan oleh guru


Menurut Soejadi (Alamsyah; 2000:9):

Ciri-ciri atau atribut adalah ciri-ciri utama yang memberikan gambaran sosok utuh suatu konsep. Sedangkan atribut tidak esensial adalah ciri-ciri lain yang melengkapi konsep. Pengimplementasian model pembelajaran induktif-deduktif bisa dipadukan dengan pendekatan kooperatif. Joyce (2000:141) mengungkapkan bahwa dengan kooperatif dapat membentuk sistem sosial dan pemberian penguatan. Perpaduan model induktif-deduktif dengan pendekatan kooperatif menjadi struktur yang moderat dan guru bertindak sebagai inisiator dan pebngontrol aktivitas siswa.


Pendekatan induktif merupakan suatu proses berpikir yang dilakukan dengan cara tertentu untuk menarik kesimpulan. Soedjana (1986) mengatakan bahwa pendekatan induktif adalah pendekatan yang digunakan untuk memperoleh pengetahuan, baik diperoleh dengan akal maupun dengan percobaan. Untuk mendapatkan suatu pengetahuan yang dilakukan dengan pendekatan ini, diperlukan percobaan secara empiris. Proses berpikir demikian disebut penalaran induktif. Dengan kata lain pendekatan induktif dimulai dari contoh-contoh, kemudian membuat suatu kesimpulan.


DAFTAR PUSTAKA



 http://dewimulyaniblog.blogspot.com